-->

Menlu G20 Kecam Perang Rusia di Ukraina, Sergey Lavrov ke Luar Ruangan


BADUNG, LELEMUKU.COM - Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Bali berakhir Jumat (8/7) diwarnai dengan kecaman sejumlah perwakilan negara peserta atas perang Moskow di Ukraina di hadapan diplomat nomor satu Rusia Sergey Lavrov yang ke luar ruangan pertemuan lebih awal di tengah “hiruk pikuk kritikan” terhadap negaranya.

Pada malam sebelumnya, utusan dari negara-negara G7 melewatkan resepsi makan malam yang diselenggarakan oleh tuan rumah Indonesia untuk memprotes kehadiran Lavrov dalam pertemuan itu.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan “kecaman” terhadap Rusia datang dari beberapa peserta pertemuan.

"Para peserta menyatakan keprihatinan mendalam tentang konsekuensi kemanusiaan dari perang, serta dampak globalnya terhadap pangan, energi dan keuangan," kata Retno pada konferensi pers di akhir pertemuan yang tidak mengeluarkan sebuah konsensus.

"Ada dorongan kuat dari banyak peserta untuk segera mengakhiri perang dan penyelesaian konflik secara damai," katanya.

Dalam pidato pembukaan pertemuan, Retno menyerukan diakhirinya perang Rusia di Ukraina.

"Adalah tanggung jawab kita untuk mengakhiri perang secepat mungkin," katanya.

“Negara-negara berkembang akan terdampak besar, terutama negara-negara berpenghasilan rendah dan negara-negara berkembang yang kecil. Ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi gangguan rantai pasokan makanan global, mengintegrasikan makanan dan pupuk dari Ukraina dan Rusia ke pasar global,” katanya dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan.

Sejak Rusia melancarkan invasi pada 24 Februari, militer Kremlin telah memblokir semua pelabuhan Laut Hitam Ukraina dan memutus akses ke hampir semua ekspor negara itu – terutama biji-bijian – yang memicu kekhawatiran akan krisis pangan global. Ukraina adalah pengekspor biji-bijian terbesar keempat di dunia.

Lavrov harus menghadapi pertanyaan sulit dari wartawan sebelum pertemuan dimulai.

"Kapan Anda akan menghentikan perang? Kenapa Anda memulai perang?” tanya seorang jurnalis Jerman saat Lavrov berjabat tangan dengan Retno. Lavrov tampak berlalu dan tidak menghiraukan pertanyaan itu.

Lavrov, yang duduk di antara perwakilan dari Arab Saudi dan Meksiko dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) itu, sebaliknya mengecam Barat yang disebutnya telah menghalangi upaya untuk menemukan solusi damai dalam konflik di Ukraina.

"Jika Barat tidak ingin ada dialog tetapi berharap Ukraina mengalahkan Rusia di medan perang - karena kedua pandangan telah diungkapkan - maka mungkin, tidak ada yang perlu dibicarakan dengan Barat," katanya seperti dikutip kantor berita Rusia TASS.

Ditanya apakah ada kemungkinan dia dan Blinken bertemu, dia berkata, “Bukan kami yang berhenti berhubungan, tapi Amerika Serikat.”

Sebelumnya Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Blinken tidak akan bertemu Lavrov kecuali Rusia “serius tentang diplomasi”.

Namun kantor berita Reuters mengutip Retno yang mengatakan bahwa Lavrov dan Blinken terlihat berdiskusi di ruang pertemuan.

Reuters juga mengutip seorang diplomat yang tidak disebutkan namanya yang menyebut Blinken merespons tuduhan Lavrov terhadap Barat. Lavrov disebutkan tidak ada di ruangan saat itu.

“Dia (Blinken) berbicara langsung dengan Rusia, mengatakan, ‘Kepada rekan-rekan Rusia kami, Ukraina bukan negaramu. Biji-bijiannya bukan milikmu. Mengapa Anda memblokir pelabuhan mereka? Anda harus membiarkan biji-bijian mereka ke luar'”, kata pejabat itu, menurut Reuters.

Pertemuan Jumat terjadi di tengah berita meninggalnya mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe karena ditembak di Jepang saat melakukan kampanye politik. “Abe akan dikenang sebagai panutan terbaik untuk semua," ucap Retno menyatakan bela sungkawa.

Aksi “walk out” Lavrov tuai kritik

Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menuduh Lavrov, menolak membuka pembicaraan menyusul aksinya meninggalkan pertemuan para menteri luar negeri G20.

“Fakta bahwa Menteri Luar Negeri Rusia menghabiskan sebagian besar negosiasi bukan di dalam ruangan tetapi di luar ruangan, menegaskan pemerintah Rusia saat ini tidak satu milimeter pun bersedia untuk berbicara,” kata Baerbock.

Baerbock menekankan bahwa Lavrov tidak hadir ketika sampai pada pertanyaan penting tentang bagaimana menangani krisis pangan global.

"Oleh karena itu, semakin penting bahwa kita, sebagai negara industri terkemuka G7, sekarang bersama-sama mendukung negara-negara Selatan untuk memastikan rakyat yang sudah menderita tidak terjerumus lebih dalam ke jurang kelaparan,” kata dia.

Sebagian besar perwakilan pada pertemuan itu mengutuk "perang agresi brutal Rusia" sebagai bahaya terbesar saat ini, kata Baerbock.

"Permintaan dari 19 negara sangat jelas bagi Rusia: perang ini harus diakhiri,” tegas Baerbock.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan bahwa krisis pangan tidak disebabkan oleh sanksi apa pun terhadap Rusia dan menyalahkan Moskow karena “menyerang sumber pangan dunia dan mengubah jalur pelayaran Laut Hitam menjadi zona perang.”

“1,2 miliar orang sangat terdampak kombinasi kenaikan harga pangan dan energi serta kondisi keuangan yang semakin sulit. Sekarang, Rusia memblokir jutaan ton biji-bijian di fasilitas penyimpanan Ukraina, menggunakan pangan sebagai senjata perang,” katanya.

“Semuanya harus nyaman”

Sebaliknya dalam pertemuan dengan wartawan, Lavrov mempertanyakan ketidakhadiran para diplomat Barat dalam jamuan makan KTT itu Kamis malam.

“Resepsi penyambutan yang diselenggarkan oleh Indonesia kemarin dengan pertunjukan konser dan mereka (negara-negara G7) tidak hadir,” kata Lavrov, “beginilah bagaimana mereka memahami protokol, kesopanan dan kode etik!”

Retno menanggapi jamuan makan malam yang diboikot oleh negara-negara Barat sebagai protes atas invasi militer Rusia di Ukraina.

“Kami berusaha menciptakan situasi yang nyaman untuk semua. Ketika negara-negara G7 mengatakan mereka tidak bisa menghadiri resepsi informal opsional, mereka semua mengungkapkan pendapat mereka dan saya katakan saya bisa memahami situasinya. Karena sekali lagi, semua orang harus merasa nyaman,” kata Retno.

Indonesia telah mencoba untuk menengahi konflik antara Rusia dan Ukraina, dengan berkunjungnya Presiden Joko “Jokowi” Widodo ke kedua negara bulan lalu dalam lawatan yang disebutnya sebagai misi perdamaian.

Sementara tujuan membujuk Moskow untuk melakukan gencatan senjata tidak segera terwujud, Jokowi mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah berjanji akan mengamankan jalur laut untuk gandum dan pupuk dari Rusia dan Ukraina untuk mencegah krisis pangan global.(BenarNews)


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel



Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com selain "" di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Iklan Bawah Artikel