-->

10 Orang Tewas Akibat Longsor di Proyek PLTA Batang Toru Telah Ditemukan

10 Orang Tewas Akibat Longsor di Proyek PLTA Batang Toru Telah Ditemukan.lelemuku.com.jpg

MEDAN, LELEMUKU.COM - Jenazah 10 korban yang tewas karena longsor di dekat area proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) kerja sama Indonesia-Cina di Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) Sumatra Utara, telah ditemukan dan pencarian korban dihentikan setelah dilakukan selama tujuh hari, namun pemantauan akan diteruskan hingga seminggu kedepan, kata pejabat setempat Jumat (7/5/2021).

Hotmatua Rambe, kabid kedaruratan dan logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tapanuli Selatan mengatakan pencarian telah dihentikan pada Kamis, namun pemantauan masih dilakukan selama tujuh hari ini menyusul masih ada tiga korban yang belum ditemukan.

“Hari Kamis dihentikan. Sesuai SOP dari Basarnas yaitu pencarian dilakukan selama tujuh hari setelah kejadian,” kata Hotmatua kepada BenarNews.

Salah seorang dari korban tewas yang ditemukan tersebut adalah seorang berkewarganegaraan Cina yang bekerja di PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE), perusahaan yang membangun proyek PLTA kontroversial itu, demikian kata Hotmatua.

Dua pekerja lokal NSHE juga menjadi korban longsor namun jenazah mereka belum ditemukan, menurut laporan Polres Tapanuli Selatan.

Sembilan jenazah, baik utuh maupun rusak, sudah dimakamkan, sementara jenazah Long Quan warga Cina dari Sinohydro Corporation Limited itu masih menunggu hasil pemeriksaan tim inafis kepolisian, kata Hotmatua.

“Kalau untuk pencarian yang melibatkan tim sudah dihentikan, tapi karena itu wilayah pemukiman, mungkin warga ada yang masih ingin mencari. Tim BPBD nanti akan pemantauan di situ,” lanjutnya.

Hotmatua mengatakan longsor terjadi pada Kamis (29/4), di area tanah pemukiman dan menimbun tiga ruas jalan proyek PLTA Batang Toru, sebuah warung dan rumah warga.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor (Polres) Tapanuli Selatan Roman Smaradhana Elhaj mengatakan dua jenazah pekerja Sinohydro lainnya yang belum berhasil ditemukan adalah Dolan Sitompul dan Doly Sitompul.

“Satu korban lain yang belum ditemukan adalah Sultan Fahri, 6 tahun,” kata Roman, kepada BenarNews.

Adapun identitas delapan korban lainnya adalah Anius Waruwu (60), Yasmani Halawa (50), Elmawati Waruwu (31), Sadarman Kristian (14), Nursofiah (12), Jupiter Gulo (10), Novita Gulo (8), dan Risda (2,5).

PLTA Batang Toru dikembangkan oleh konsorsium produsen listrik independen, PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE). Sebagai pengembang PLTA, NSHE turut menggandeng Sinohydro yang merupakan perusahaan rekayasa dan konstruksi air milik Cina.

Survei lokasi

Juru Bicara PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE) Firman Taufick dalam keterangan tertulisnya mengatakan ketiga karyawannya yang menjadi korban saat itu berada di lokasi kejadian untuk melakukan survei pasca-hujan deras yang menyebabkan banjir lumpur di area tersebut.

“Pihak Sinohydro mencurigai penumpukan lumpur di lokasi ini dapat menyebabkan longsor dan berpotensi menerjang area proyek, sehingga pihak Sinohydro perlu mengeceknya agar dapat menyiapkan alat berat untuk mengantisipasi dan mengatasi,” kata Firman, dikutip dari situs resmi perusahaan.

“Setelah melakukan pengecekan dan mengambil dokumentasi sekitar pukul 18.20 WIB terjadi tanah longsor yang langsung menimpa dan menggulung para karyawan Sinohydro tersebut,” sambungnya.

Firman mengaku perusahaan akan bertanggung jawab kepada korban beserta keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan prosedur dan kebijakan perusahaan. “Untuk korban yang bukan karyawan, perusahaan akan memberikan uang tali kasih sebagai wujud kepedulian kami,” tukasnya.

Bukan yang pertama

Longsor di sekitar area PLTA Batang Toru bukan pertama kali terjadi. Pada Desember 2020, longsor juga terjadi dan menyebabkan salah satu pekerja yang tengah mengoperasikan alat berat perusahaan meninggal dunia. Jenazah korban tidak berhasil ditemukan setelah tujuh hari pencarian oleh tim SAR gabungan.

NSHE, perusahaan konsorsium yang saham mayoritasnya dimiliki ZheFu Holding China, memulai proyek pembangunan PLTA dengan kapasitas 510 megawatt di kawasan hutan Batang Toru pada 2018.

Proyek senilai U.S.$1,6 miliar atau setara Rp23 triliun ini mendapat banyak kritik dari pegiat dan ilmuwan lingkungan hidup karena dianggap merusak habitat asli 800 orangutan Tapanuli serta berpotensi memperburuk ancaman kepunahannya.

Namun perusahaan membantah dengan mengklaim bahwa proyek ini hanya akan menggunakan lahan seluas 66 hektare dan wilayah sungai seluas 24 hektare dari total kawasan hutan yang mencapai 168.658 hektare—yang di dalamnya meliputi hutan lindung Sibolga, cagar alam Sipirok dan cagar alam Sibolga.

Sejumlah organisasi lingkungan hidup dalam dan luar negeri menyayangkan bencana longsor itu dan mengingatkan pihak terkait untuk tidak melakukan pembangunan di wilayah yang tidak mengindahkan lingkungan.

“Bencana ini seharusnya bisa dihindari. Ilmuan, pegiat lingkungan dan bahkan laporan yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memperingatkan bahwa area di sekitar lokasi yang diusulkan untuk dibangun bendungan Batang Toru berisiko longsor sedang hingga tinggi karena curah hujan, medan berbukit dan drainase yang buruk,” kata Amanda Hurowitz, Direktur Kampanye Mighty Earth, sebuah organisasi kampanye global untuk hutan hujan bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat, dalam keterangan tertulisnya.

Pada 2018, izin lingkungan hidup untuk proyek PLTA Batang Toru digugat WALHI dan kalangan pegiat lingkungan hidup ke Pengadilan Tata Usaha Negara di Sumatra Utara.

Dalam kasus itu, Walhi menggugat Gubernur Sumut dan juga PT NSHE karena menerbitkan surat keputusan mengenai perubahan izin Lingkungan Rencana Kegiatan Pembangunan PLTA Batang Toru yang semula berkapasitas 500 MW menjadi 510 MW.

Walhi beranggapan, pemberian izin itu akan semakin merusak habitat orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) dan mengancam lingkungan secara keseluruhan.

Dalam gugatannya, Walhi meminta agar pengadilan membatalkan izin tersebut sehingga perusahaan menghentikan kegiatan pembukaan hutan. Gugatan Walhi ditolak Majelis Hakim PTUN Medan pada 2019 dan memutuskan pembangunan dapat dilanjutkan.(BenarNews)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel



Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com selain "" di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Iklan Bawah Artikel