3 Ahli Berduel di Sidang Sengketa PSU Pilgub Papua 2024, Bahas Dugaan Pelanggaran TSM dan Kepatuhan Putusan MK

3 Ahli Berduel di Sidang Sengketa PSU Pilgub Papua 2024, Bahas Dugaan Pelanggaran TSM dan Kepatuhan Putusan MK

JAKARTA, LELEMUKU.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perkara Nomor 328/PHPU.GUB-XXIII/2025 terkait sengketa hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gubernur Papua 2024 pada Jumat (12/9/2025), pukul 08.00 WIB, di Gedung MK, Jakarta. 

Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli serta memeriksa alat bukti tambahan ini menyoroti dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam PSU yang digelar 6 Agustus 2025, pasca Putusan MK Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025. 

Pemohon, pasangan Benhur Tomi Mano-Constant Karma, meminta pembatalan Keputusan KPU Papua Nomor 640 Tahun 2025, sementara KPU selaku termohon menegaskan proses PSU telah berjalan transparan.

Sidang yang dipimpin oleh Saldi Isra diwakili oleh Ridwan Mansyur dan Arsul Sani menghadirkan pemohon, termohon (KPU Provinsi Papua, KPU Kabupaten, PPD Distrik), pihak terkait (pasangan pemenang 02), dan Bawaslu RI/Provinsi Papua sebagai pengawas. 

Pemohon menghadirkan hingga enam saksi dan ahli, termasuk Prof. Aswanto dan Ilham Saputra, sementara pihak terkait mengajukan ahli seperti I Gusti Putu Arte. Saksi pemohon, antara lain Zulfikar Ali, Yosef Daud, dan Raf Repasi, memberikan keterangan terkait dugaan anomali di TPS, sedangkan pihak terkait menegaskan proses rekapitulasi telah diawasi dan ditandatangani saksi paslon.

Prof. Aswanto, ahli pemohon menyatakan adanya pelanggaran prinsip demokrasi, seperti perubahan suara (penggelembungan/penggembosan), partisipasi pemilih melebihi 100 persen DPT di 62 TPS di delapan kabupaten dan kota, ketidaknetralan pejabat negara (termasuk oknum polisi atau “parcok”), dan ketidakpatuhan terhadap amar Putusan MK 304 yang mewajibkan DPT, DPTB, dan DPK sama dengan 27 November 2024. 

“Pilkada cacat yuridis jika data pemilih diubah pasca putusan MK, ini langgar Pasal 178E UU Pemilu,” tegasnya.

Ia menekankan MK harus jaga legitimasi dan kedaulatan rakyat. 

Ilham Saputra menambahkan, KPU mengabaikan keberatan saksi yang wajib dicatat per Pasal 14 & 16 PKPU 18/2024, dengan anomali seperti peningkatan DPK di Kerom dari 217 ke 531 tanpa telusur ke Formulir C Hasil KWK TPS. 

Ia juga menyebutkan dugaan kelebihan cetak formulir di Biak Numfor yang melanggar Pasal 77 UU 10/2016.

Sebaliknya, I Gusti Putu Arte, ahli pihak terkait, membela kualitas PSU yang “jauh lebih baik” karena melibatkan Bawaslu dan tim paslon secara transparan. 

Ia membantah kelebihan pemilih sebagai pelanggaran, dengan menjelaskan total pemilih sah mencakup DPT, DPTB, dan DPK, dengan cadangan surat suara 2,5 persen sesuai regulasi. 

“Penafsiran kaku bahwa data pemilih harus persis sama dengan 27 November keliru, karena dinamika seperti kematian wajar terjadi,” ujarnya.

Ia mengakui adanya masalah administratif di Biak Numfor soal Formulir C Hasil baru, tapi perlu uji apakah ubah substansi hasil. 

"Total pengguna hak pilih justru turun, bukan naik," katanya membantah dalil TSM pemohon.

Sidang ini krusial karena menentukan integritas PSU Papua, di mana sistem noken sudah dilarang di Papua Induk per Pasal 79 PKPU 17/2024. (Albert Batlayeri)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya