Seruan Keadilan Tobias Silak Kembali Digelar di Yahukimo
DEKAI, LELEMUKU.COM - Seruan keadilan kembali menggema di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, melalui aksi pembagian selebaran bertajuk Justice for Tobias Silak yang digelar pada Senin (26/5). Aksi ini mendesak Kejaksaan Tinggi Papua untuk segera mengadili para pelaku penembakan terhadap mendiang Tobias Silak, staf Bawaslu Kabupaten Yahukimo yang tewas pada 20 Agustus 2024 lalu.
Tobias Silak ditembak oleh aparat gabungan dalam Operasi Damai Cartenz di Jalan Sekla, Yahukimo. Insiden ini disebut sebagai salah satu dari sekian banyak pelanggaran HAM yang terus berulang di Papua tanpa kepastian hukum.
"Penembakan ini bukan kasus tunggal. Ini mencerminkan situasi HAM yang jauh lebih buruk di Papua dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Sejak Desember 2018 hingga kini, kekerasan meningkat secara signifikan, termasuk pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan oleh aparat, serta pembatasan kebebasan berekspresi," ujar Herlina Sobolim, Koordinator Front Justice.
Herlina menegaskan bahwa keluarga korban dan perwakilan 12 suku di Yahukimo menolak segala bentuk "penyelesaian damai" atau bayar kepala yang ditawarkan oleh pihak kepolisian. Mereka menuntut proses hukum yang transparan dan akuntabel.
Komnas HAM Turun Tangan
Kasus penembakan ini sempat mendapat perhatian dari Komnas HAM RI yang melakukan investigasi pada 24–26 September 2024. Hasil temuan tersebut baru diumumkan secara terbatas kepada keluarga korban pada 17 Desember 2024, setelah adanya aksi nasional yang dilakukan serentak di Indonesia dan Papua sehari sebelumnya.
"Tim penyidik Polda Papua telah memeriksa 36 saksi, termasuk tiga dari pihak keluarga korban, serta menyita sejumlah barang bukti. Namun, dari empat pelaku yang terlibat, hanya dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Dua lainnya, yang diduga berasal dari level komando, belum dijelaskan status hukumnya," jelas Herlina.
Surat Perkembangan Penanganan Perkara (SP2HP) baru diterbitkan pada 13 Januari 2025, dan baru pada 30 April 2025 berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan. Front Justice menilai lambannya proses hukum ini sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip keadilan.
Tuntutan Front Justice
Dalam pernyataan sikapnya, Front Justice menyampaikan beberapa poin tuntutan:
- Transparansi Proses HukumProses persidangan harus dilakukan secara terbuka, memungkinkan akses bagi keluarga korban dan masyarakat luas.
- Vonis Maksimal dan PemecatanPelaku harus dijatuhi hukuman maksimal dan dipecat dari kesatuan, serta diberikan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi keluarga korban.
- Hentikan Perlindungan kepada PelakuTindakan penyidik yang diduga melindungi dua pelaku di level komando harus dihentikan.
- Percepatan Proses SidangJaksa Penuntut Umum (JPU) diminta mempercepat pelimpahan berkas ke Pengadilan Negeri Jayapura, bukan ke Wamena, dengan mempertimbangkan situasi keamanan.
- Akhiri Pembunuhan di Luar HukumPemerintah diminta menghentikan segala bentuk extrajudicial killing di seluruh wilayah Papua.
Front Justice menegaskan bahwa jika tuntutan ini tidak diindahkan, mereka siap memobilisasi massa di seluruh Papua dan Indonesia untuk melakukan aksi lanjutan.
"Ini bukan sekadar soal satu nyawa, ini soal martabat dan keadilan bagi seluruh rakyat Papua," tegas Herlina. (olemah.com)