Pembayaran Rendah 64 Persen dan Sambungan Ilegal Jadi Ancaman Layanan Air Bersih Jayapura

Pembayaran Rendah 64 Persen dan Sambungan Ilegal Jadi Ancaman Layanan Air Bersih Jayapura

JAYAPURA, LELEMUKU.COM
 – PT. Air Minum Jayapura Robongholo Nanwani mencatat tingkat efektivitas penagihan rekening air sepanjang tahun 2025 masih berada di angka 64 persen

Kondisi ini dinilai belum menggembirakan dan menjadi tantangan besar bagi perusahaan dalam menjaga likuiditas serta memperluas cakupan pelayanan air bersih.

Direktur Utama PT. Air Minum Robongholo Nanwani, DR. H. Entis Sutisna, S.E., MM, CORM menjelaskan bahwa berdasarkan hasil evaluasi internal yang dilakukan pada Sabtu lalu, rata-rata pendapatan PDAM Jayapura mencapai Rp5,7 miliar per bulan

Namun dari jumlah tersebut, hanya 64 persen yang benar-benar berhasil ditagih dari pelanggan.
“Artinya masih ada sekitar 36 persen pelanggan yang tidak membayar rekening air, dan ini tentu menjadi PR besar bagi kami,” ujar Sutisna pada Senin, 15 Desember 2025.

Saat ini, jumlah pelanggan PT. Air Minum Jayapura tercatat sebanyak 40.534 pelanggan. Dengan tingkat pembayaran 64 persen, PDAM menanggung risiko penumpukan piutang dan tunggakan yang cukup besar, yang berdampak langsung pada kemampuan perusahaan melakukan investasi serta pengembangan layanan.

Untuk mengatasi tingginya tunggakan, perusahaan tersebut pada semester kedua 2025 memperkuat langkah penertiban dengan menurunkan enam tim penertiban, yang diperkuat oleh satu regu operasi penertiban sambungan ilegal serta dukungan personel dari Foresta.

Hasilnya cukup mengejutkan. Dalam periode 19 Agustus–19 September 2025, PT. Air Minum Jayapura menemukan 89 sambungan ilegal yang tersebar di Jayapura Utara, Abepura, Waena, dan Sentani. Temuan terbanyak berada di Jayapura Utara dengan hampir 40 sambungan ilegal.

Penertiban berlanjut pada Oktober hingga November 2025 dengan temuan tambahan sekitar 70 sambungan ilegal, sehingga totalnya mencapai ratusan sambungan dalam waktu singkat.

“Ini menunjukkan masih banyak masyarakat yang sudah menggunakan air bersih, tetapi belum terdaftar sebagai pelanggan resmi. Selain merugikan perusahaan, ini juga menambah tingkat kebocoran air,” kata Sutisna.

Ia mengungkapkan bahwa secara historis tingkat penagihan perusahaan tersebut memang berkisar di angka 60–65 persen. Untuk itu, pihaknya menargetkan peningkatan efektivitas penagihan bulanan menjadi 70 persen pada tahun 2026, sementara secara tahunan diharapkan bisa mencapai 80 persen.

Menurutnya, salah satu kendala utama adalah kebiasaan sebagian pelanggan yang baru membayar rekening setelah menunggak dua hingga tiga bulan, sehingga mengganggu arus kas perusahaan.

Meski menghadapi keterbatasan anggaran, PT. Air Minum Jayapura tetap melakukan perluasan pelayanan. Sepanjang 2025, pihaknya menargetkan 1.000 sambungan rumah (SR) di Distrik Muara Tami, serta sekitar 200 SR di wilayah lain seperti Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, Waena, dan Sentani.

Pada tahun 2026, target pemasangan sambungan baru ditingkatkan menjadi 1.000 SR di Muara Tamidan sekitar 400 SR di wilayah Kota dan Kabupaten Jayapura.

PT. Air Minum Jayapura juga menaruh harapan besar pada pembangunan sumber air baru di Sibergonji dan pemanfaatan air baku Danau Sentani

Proyek Sibergonji yang sempat terhenti akibat persoalan ganti rugi masyarakat adat diharapkan bisa dilanjutkan pada 2026 dengan dukungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

Sementara itu, pemanfaatan Danau Sentani akan didukung pembangunan instalasi pengolahan air oleh pemerintah pusat melalui Balai Prasarana Permukiman Papua, yang direncanakan mulai berjalan pada 2026.


“Jika dua sumber air ini bisa terealisasi, maka pada 2027 kami optimistis bisa meningkatkan kapasitas produksi, memperluas layanan, dan mengurangi keluhan kekurangan air di wilayah seperti Tanah Hitam, Polimak, Hamadi, hingga kawasan pesisir,” jelasnya.

Sutisna menegaskan bahwa pada 2026 pihaknya tidak merencanakan kenaikan tarif air. Sebagai gantinya, PT. Air Minum Jayapura akan melakukan identifikasi ulang pelanggan, khususnya rumah tangga yang telah beralih fungsi menjadi rumah mewah atau tempat usaha.

“Tarif bukan solusi utama. Fokus kami adalah meningkatkan pelayanan dan kesadaran pelanggan untuk membayar tepat waktu,” ujarnya.

Saat ini, tarif 10 meter kubik pertama masih berada di kisaran Rp53 ribu, yang dinilai masih sangat ekonomis dibandingkan batas maksimal sesuai regulasi nasional.
Sutisna berharap kesadaran pelanggan dapat meningkat, karena pembayaran rekening air akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk peningkatan layanan dan perluasan akses air bersih.

“Pendapatan yang kami terima digunakan untuk operasional, pemeliharaan, dan pengembangan jaringan air, termasuk pemasangan pipa baru di wilayah pengembangan seperti Muara Tami,” pungkas Sutisna. (Laura)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya