Sarwo Edhie Wibowo Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2025: Panglima RPKAD Penumpas G30S dari Jawa Tengah

Sarwo Edhie Wibowo Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2025 Panglima RPKAD Penumpas G30S dari Jawa Tengah

JAKARTA, LELEMUKU.COM – Almarhum Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tahun 2025 dalam bidang Perjuangan Bersenjata dari Jawa Tengah. Penghargaan ini menjadi salah satu dari 10 tokoh yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto melalui Keppres Nomor 116/TK Tahun 2025, diserahkan pada upacara Hari Pahlawan di Istana Negara, Senin (10/11) pagi.  

Sarwo Edhie Wibowo lahir pada 25 Juli 1925 di Desa Pangenjuru, Purworejo, Jawa Tengah, dari keluarga pegawai negeri kolonial Belanda. Sejak kecil, ia belajar silat sebagai bentuk bela diri, yang kemudian menjadi dasar ketangguhannya di dunia militer. Pada 1942, saat Jepang menduduki Indonesia, ia mendaftar ke Pembela Tanah Air (PETA) di Surabaya, pasukan bantu Jepang yang terdiri dari prajurit Indonesia.  

Pasca-Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sarwo Edhie bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Magelang atas ajakan Ahmad Yani, kawan seperjuangannya di PETA. Ia menjabat Komandan Kompi Batalyon III BKR selama perang kemerdekaan 1945-1949, terlibat langsung dalam pertempuran melawan pasukan Sekutu yang berusaha merebut kembali Indonesia, termasuk memukul mundur musuh dan mengepung mereka dalam operasi penting. Kariernya terus menanjak: Komandan Batalyon Divisi Diponegoro (1945-1951), Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951-1953), Wakil Komandan Resimen Taruna Akademi Militer Nasional (1959-1961), Kepala Staf Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) (1962-1964), dan Panglima RPKAD (1964-1967)—cikal bakal Kopassus.  

Puncak perjuangannya terjadi pada 1965 saat menjabat Panglima RPKAD. Pada 1 Oktober 1965, pasukannya berada di markas Cijantung, Jakarta, dan menolak ajakan Brigadir Jenderal Sabur untuk bergabung dengan Gerakan 30 September (G30S). Ia memimpin operasi merebut kembali Radio Republik Indonesia (RRI) dan gedung telekomunikasi pada 6 PM hari itu, kemudian menggali jenazah para jenderal di Lubang Buaya. Perannya dalam penumpasan G30S/PKI di Jawa Tengah dan daerah lain memperkuat stabilitas keamanan nasional pasca-peristiwa itu.  

Setelah itu, ia menjabat Panglima Kodam II/Bukit Barisan (1967-1968), Panglima Kodam XVII/Cenderawasih (1968-1970), Gubernur Akademi ABRI (1970-1973), Duta Besar RI untuk Korea Selatan (1974-1978), dan Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BP-7). Sarwo Edhie wafat pada 9 November 1989 di Jakarta, usia 64 tahun, dan dimakamkan di Purworejo. Ia adalah mertua Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan kakek Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).  

Piagam dan tanda jasa diserahkan kepada AHY dan keluarga yang hadir mewakili ahli waris. Penganugerahan ini menjadi pengakuan atas dedikasinya dalam operasi militer pasca-kemerdekaan dan pengamanan negara.

Dalam suasana yang penuh haru dan kebanggaan, para ahli waris hadir mewakili para tokoh untuk menerima gelar dan tanda penghormatan dari Presiden Prabowo Subianto. Kepala Negara menyerahkan secara langsung piagam dan tanda kehormatan negara kepada masing-masing ahli waris sebagai wujud penghargaan atas jasa-jasa besar yang telah diberikan oleh para pahlawan bagi bangsa dan negara.

Upacara penganugerahan diakhiri dengan pemberian ucapan selamat dari Presiden Prabowo Subianto, diikuti oleh para tamu undangan kepada para ahli waris penerima gelar Pahlawan Nasional. Turut hadir dalam acara tersebut adalah Wakil Presiden Gibran Rakabuming, para pimpinan lembaga tinggi negara, para menteri Kabinet Merah Putih, para ketua umum partai politik, para ketua organisasi keagamaan, perwakilan Legiun Veteran Republik Indonesia, serta sejumlah kepala daerah dari berbagai provinsi.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan sepuluh tokoh sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan Tahun 2025. Hal tersebut disampaikan Fadli dalam keterangan pers usai upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, pada Senin (10/11/2025)

“Presiden telah menetapkan 10 pahlawan nasional yang kita sudah ketahui nama-nama pahlawan nasional, yaitu Bapak Abdurrahman Wahid, Bapak Jenderal H.M. Soeharto, Ibu Marsinah, Bapak Mochtar Kusumaatmadja, Sayyiduna Kholil Bangkalan, Sultan ke-16 Dompu, Sultan Tidore ke-37, lalu Tuan Saragih, dan juga Rahmah El Yunusiyyah, dan juga Bapak Sarwo Edhie,” ujar Fadli Zon.

Fadli menegaskan bahwa proses pengusulan dilakukan secara berjenjang, dimulai dari masyarakat di tingkat kabupaten dan kota, kemudian dikaji oleh tim peneliti dan pengkaji gelar daerah. Tim tersebut terdiri dari akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan gubernur, sebelum akhirnya diajukan ke tim peneliti dan pengkaji gelar tingkat pusat di bawah koordinasi Kementerian Sosial.

“Totalnya ada 49 nama, 40 yang baru dan 9 nama adalah yang carry over juga dari yang sebelumnya dan dari Dewan Gelar sudah menyeleksi ada 24 yang prioritas, kemudian Presiden telah memilih 10 nama pahlawan,” jelas Fadli.

Lebih lanjut, Fadli menegaskan bahwa seluruh tokoh yang ditetapkan telah memenuhi syarat dan kriteria sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fadli berharap keteladanan para pahlawan dapat menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.

“Jasa-jasa mereka itu jelas, konkret, dan juga benar-benar merupakan aspirasi yang sudah terseleksi dengan tadi proses yang cukup panjang, bahkan diseminarkan, bahkan dibukukan. Mudah-mudahan ini tujuannya adalah bagaimana ke depan, ini jasa-jasa mereka, keteladanan mereka bisa menjadi pemberi semangat bagi kita,” ucapnya.(evu)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya