Purbaya Yudhi Sadewa Gulirkan Rencana Redenominasi Rupiah Sebagai Terget Prioritas, RUU Selesai pada 2027

Purbaya Yudhi Sadewa Gulirkan Rencana Redenominasi Rupiah Sebagai Terget Prioritas, RUU Selesai pada 2027

JAKARTA, LELEMUKU.COM – Pemerintah kembali menggulirkan rencana redenominasi rupiah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025-2029. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) sebagai prioritas, dengan target penyelesaian kerangka regulasi pada 2026 dan RUU selesai pada 2027.

Dalam PMK tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditunjuk sebagai penanggung jawab utama. Redenominasi didefinisikan sebagai penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengubah nilai riil terhadap barang dan jasa, seperti yang tertuang dalam Indonesia Treasury Review Volume 2 Nomor 4 Tahun 2017. Rencana ini sebenarnya telah digulirkan sejak 2010 oleh Bank Indonesia, dan sempat masuk Prolegnas Prioritas 2013 di bawah Menteri Keuangan Agus Martowardojo dengan usulan pemangkasan tiga angka nol—misalnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Purbaya menargetkan RUU ini sebagai "RUU luncuran" yang akan rampung pada 2027. Manfaat utama yang diharapkan mencakup penyederhanaan transaksi dan pembukuan akuntansi, pengurangan human error dalam penginputan angka, serta kemudahan pengelolaan kebijakan moneter karena rentang harga barang menjadi lebih kecil. Selain itu, biaya cetak uang diperkirakan turun karena variasi nominal kertas berkurang dan penggunaan koin lebih tahan lama, sebagaimana dijelaskan dalam kajian Indonesia Treasury Review 2017.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada 2022 pernah menyoroti aspek efisiensi, terutama dalam sistem teknologi perbankan dan pembayaran. Dengan pengurangan tiga digit nol, proses transaksi menjadi lebih cepat dan sistem IT tidak lagi terkendala angka di atas 10 triliun. "Redenominasi dari sisi ekonominya ada banyak manfaat, dari redenominasi terutama masalah efisiensi," ujar Perry saat itu.

Namun, ekonom senior Raden Pardede menilai manfaat redenominasi di Indonesia lebih bersifat psikologis dan administratif ketimbang penguatan fundamental nilai tukar. 

"Secara psikologi membuat kita lebih yakin, hitungan konversi kita ke mata uang dolar tidak Rp 15.000, tapi katakan menjadi Rp 15," katanya dalam program Central Banking CNBC Indonesia pada 2023. Ia menegaskan bahwa penguatan kurs tetap bergantung pada faktor makroekonomi seperti neraca pembayaran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan aliran modal asing.

Raden juga membandingkan dengan Jepang (140 yen per dolar AS) dan Korea Selatan (1.300-1.400 won per dolar AS) yang belum melakukan redenominasi karena menganggapnya tidak mendesak. Menurutnya, kebijakan ini lebih sering diterapkan negara yang mengalami hiperinflasi atau konflik, seperti Zimbabwe, Turki, dan Brazil. Di Indonesia yang ekonominya relatif stabil, redenominasi hanya bermanfaat untuk mempermudah laporan keuangan dan administrasi.

Pemerintah menekankan pelaksanaan harus sistematis, terencana, dan terukur, terutama di tengah volatilitas dolar AS dan perdagangan terbuka. Sosialisasi dini menjadi kunci agar tidak menimbulkan kebingungan masyarakat, sebagaimana pengalaman negara lain. (evu)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya