Mochtar Kusumaatmadja Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2025: Bapak Hukum Internasional dari Jawa Barat

Mochtar Kusumaatmadja Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2025: Bapak Hukum Internasional dari Jawa Barat

JAKARTA, LELEMUKU.COM – Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tahun 2025 dalam bidang Perjuangan Hukum dan Politik dari Jawa Barat. Penghargaan ini menjadi salah satu dari 10 tokoh yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto melalui Keppres Nomor 116/TK Tahun 2025, diserahkan pada upacara Hari Pahlawan di Istana Negara, Senin (10/11) pagi.  

Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., lahir di Batavia (sekarang Jakarta) pada 17 Februari 1929 dari pasangan R. Taslim Kusumaatmadja, seorang apoteker asal Tasikmalaya, dan Sulmini, putri dari pemilik Pondok Pesantren Balerante Palimanan, Cirebon. Ia lulus Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1955, kemudian melanjutkan studi ke Yale Law School untuk meraih gelar LL.M. pada 1956, Doktor Hukum di Universitas Padjadjaran pada 1962, serta post-doktoral di Harvard Law School dan University of Chicago.  

Sejak usia muda, Mochtar aktif dalam perjuangan kemerdekaan sebagai anggota Student Army dan People's Security Army dalam Revolusi Nasional Indonesia pasca-1945. Ia kemudian mengabdi sebagai dosen hukum internasional di Universitas Padjadjaran, di mana ia menjadi Guru Besar Fakultas Hukum sejak 1970, Dekan Fakultas Hukum, dan Rektor ke-5 universitas tersebut. Mochtar juga menjabat Ketua Sub-Konsorsium Ilmu Hukum (1969-1974), berkontribusi besar dalam pengembangan pendidikan hukum nasional.  

Di bidang praktik hukum, ia mendirikan firma hukum Mochtar, Karuwin & Komar (MKK) pada 1971, yang menjadi kantor hukum pertama di Indonesia yang mempekerjakan pengacara asing. Mochtar terlibat dalam kasus-kasus besar seperti Bremen Tobacco Case dan MacDonald House Bombing pada 1960-an, serta menjadi konseptor undang-undang perairan Indonesia dan doktrin landas kontinen.  

Kontribusi politiknya menonjol sebagai Menteri Kehakiman (1973-1978) dan Menteri Luar Negeri (1978-1988) era Orde Baru. Ia mewakili Indonesia di PBB dan memimpin perundingan batas teritorial, termasuk memperjuangkan konsep "Negara Kepulauan" (Archipelagic State) yang menjadi dasar Wawasan Nusantara. Gagasan ini, yang dideklarasikan melalui Deklarasi Djuanda 1957, akhirnya diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, menambah luas perairan Indonesia sekitar 3,7 juta kilometer persegi tanpa perang. Ia juga menjadi anggota Komisi Hukum Internasional PBB selama dua tahun.  

Mochtar dikenal dengan pandangannya bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial, terinspirasi dari Roscoe Pound, yang memengaruhi pemikiran hukum pembangunan di Indonesia.

Ia wafat pada 6 Juni 2021 di usia 92 tahun, dan sejak itu banyak tokoh mendorong penganugerahan gelar pahlawan nasional. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengabadikannya dengan mengganti nama Jalan Layang Pasopati menjadi Jalan Layang Mochtar Kusumaatmadja sejak 2022.  

Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas dalam sambutannya menyebut Mochtar sebagai "Bapak Hukum Internasional Indonesia" yang memperkuat kedaulatan maritim bangsa. Piagam dan tanda jasa diserahkan kepada keluarganya yang hadir di upacara. Penganugerahan ini menjadi pengakuan atas soft power diplomacy Mochtar, termasuk pendekatan informal seperti cocktail party saat konflik Kamboja 1978. 

Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan sepuluh tokoh sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan Tahun 2025. Hal tersebut disampaikan Fadli dalam keterangan pers usai upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, pada Senin (10/11/2025)

“Presiden telah menetapkan 10 pahlawan nasional yang kita sudah ketahui nama-nama pahlawan nasional, yaitu Bapak Abdurrahman Wahid, Bapak Jenderal H.M. Soeharto, Ibu Marsinah, Bapak Mochtar Kusumaatmadja, Sayyiduna Kholil Bangkalan, Sultan ke-16 Dompu, Sultan Tidore ke-37, lalu Tuan Saragih, dan juga Rahmah El Yunusiyyah, dan juga Bapak Sarwo Edhie,” ujar Fadli Zon.

Fadli menegaskan bahwa proses pengusulan dilakukan secara berjenjang, dimulai dari masyarakat di tingkat kabupaten dan kota, kemudian dikaji oleh tim peneliti dan pengkaji gelar daerah. Tim tersebut terdiri dari akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan gubernur, sebelum akhirnya diajukan ke tim peneliti dan pengkaji gelar tingkat pusat di bawah koordinasi Kementerian Sosial.

“Totalnya ada 49 nama, 40 yang baru dan 9 nama adalah yang carry over juga dari yang sebelumnya dan dari Dewan Gelar sudah menyeleksi ada 24 yang prioritas, kemudian Presiden telah memilih 10 nama pahlawan,” jelas Fadli.

Lebih lanjut, Fadli menegaskan bahwa seluruh tokoh yang ditetapkan telah memenuhi syarat dan kriteria sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fadli berharap keteladanan para pahlawan dapat menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.

“Jasa-jasa mereka itu jelas, konkret, dan juga benar-benar merupakan aspirasi yang sudah terseleksi dengan tadi proses yang cukup panjang, bahkan diseminarkan, bahkan dibukukan. Mudah-mudahan ini tujuannya adalah bagaimana ke depan, ini jasa-jasa mereka, keteladanan mereka bisa menjadi pemberi semangat bagi kita,” ucapnya.(evu)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya