Kebangkitan Gemilang dan Kejatuhan yang Menghancurkan PUBG Mobile, Keserakahan Korporat di Balik Kerajaan Battle Royale

Kebangkitan Gemilang dan Kejatuhan yang Menghancurkan PUBG Mobile, Keserakahan Korporat di Balik Kerajaan Battle Royale

JAKARTA, LELEMUKU.COM – PUBG Mobile, yang lahir sebagai adaptasi brilian dari Player Unknown's Battlegrounds (PUBG) versi PC, pernah menjadi fenomena global yang mendefinisikan ulang genre battle royale di platform mobile. Dirilis pada Maret 2018 oleh Tencent Games bekerja sama dengan Krafton (sebelumnya Bluehole), game ini meledak seperti bom atom di industri gaming ponsel. 

Dalam waktu singkat, ia meraih lebih dari 700 juta unduhan, 65 juta pemain harian pada puncaknya sekitar 2019-2020, dan memenangkan penghargaan Game of the Year di Golden Joystick Awards 2018. Pendapatan dari kosmetik saja mencapai miliaran dolar, menjadikannya salah satu game mobile paling menguntungkan sepanjang masa dengan total revenue lebih dari $9 miliar hingga 2022, dan terus menghasilkan sekitar $1-2 miliar per tahun hingga 2025. 

Namun, di balik kemegahannya, PUBG Mobile mengalami salah satu kejatuhan paling tragis dalam sejarah gaming: dari tahta tak tertandingi menjadi bayangan pudar dirinya sendiri, dilarang di beberapa negara, dan kehilangan lebih dari dua pertiga basis pemainnya. Kisah ini bukan sekadar tentang satu game, melainkan peringatan tentang bagaimana keserakahan korporat—Tencent dan Krafton—bisa menghancurkan warisan inovasi.

PUBG sendiri dimulai dari PC yang dirilis Desember 2017 oleh Brendan Greene, pencipta mod DayZ yang menginspirasi genre battle royale. PUBG bukanlah game shooter cepat seperti Call of Duty; ia adalah pengalaman lambat, taktis, dan mencekam. Bayangkan 100 pemain mendarat di peta luas seperti Erangel atau Miramar yang tandus, kota-kota hancur, dan pedesaan sunyi. Hanya ada looting, traversal, dan pertarungan gerilya brutal selama 30 menit. 

Setiap keputusan pemain di mana pemain mendarat, senjata apa dipilih, kapan menyerang, menentukan nasib kemenangan. Suara tembakan bergema jauh, menciptakan paranoia konstan: musuh bisa muncul kapan saja. Grafis realistis, tanpa elemen kartun, membuatnya terasa seperti perang sungguhan. 

Sementara itu glitch-glitch absurd seperti "player stuck in wall" atau "car flying" justru jadi bahan meme emas, memperkuat budaya viral di Twitch dan YouTube.

PUBG Mobile membawa keajaiban itu ke smartphone tanpa kompromi. Dikembangkan hanya dalam 4 bulan oleh tim Tencent Lightspeed & Quantum, ia port sempurna: engine UE4 khusus mobile, UI sentuh customizable (gyro, auto-pickup), dan fitur seperti visual sound cues. Tidak ada shortcut—peta sama besar, 100 pemain, match 30 menit. Gratis, tapi tanpa pay-to-win; kosmetik murni estetika. 

Marketing Tencent mengganas dengan membuat iklan di mana-mana, kolaborasi awal, dan esports. Hasilnya? Game battle royale paling diunduh 2018, mengalahkan Fortnite Mobile. Di 2019, DAU capai 50-65 juta, MAU ratusan juta. Sehingga menjadi bukan sekadar game semata tetapi budaya—turnamen lokal, clan real-life, dan nostalgia generasi Z.

Puncaknya tahun 2019-2020: 65 juta DAU, $3.5 miliar revenue kosmetik, map eksklusif seperti Livik untuk match cepat, charity event, dan varian low-end. PUBG Mobile bahkan lebih populer dari PC-nya. Esports meledak: PMCO, PMWL, hadiah jutaan dolar. Ia pionir mobile esports, membawa turnamen ke level olahraga tradisional.

Kejatuhan 

Tapi, seperti pepatah "apapun yang naik haruslah turun", kejatuhan dimulai 2020. Pada 2 September 2020, India—basis pemain terbesar (175 juta unduhan, 24% global)—melarang PUBG Mobile beserta 118 app China karena privasi data dan ketegangan perbatasan dengan China. DAU langsung terbelah dua, dari 65 juta jadi 30 juta. 

Larangan menyebar: China (versi asli dilarang 2018 karena kekerasan, diganti Game for Peace), Nepal (2019, kecanduan anak), Pakistan (2020, sementara), Afghanistan, Korea Selatan, Jordan, Israel, Iraq, Bangladesh—total 9+ negara. Alasan utama: "memicu kekerasan", "kecanduan", "privasi data Tencent". Krafton pernah merilis BGMI (Battlegrounds Mobile India) 2021, tapi dilarang lagi 2022.

Larangan hanyalah pemicu; akar masalah adalah keserakahan. Sejak 2018, Tencent dorong emulasi Fortnite: kosmetik warna-warni (bunny suits, butterfly trails), event absurd (Godzilla stomp map, manta ray raksasa), kolaborasi aneh (K-pop, brand mewah). Ini hancurkan imersi gritty PUBG—peta perang tiba-tiba penuh pelangi. Crate gacha jadi "legal gambling": odds rendah, bayar ribuan rupiah untuk mythic skin, target anak di bawah umur (35-40% pemain). Layar home suffocating iklan crate, battle pass, lucky draw—semua temporary.

Perubahan gameplay: Arena mode, map kecil (2x2 km), TDM—ubah dari taktis lambat jadi run-and-gun cepat. Hot drop jadi norma, 20+ kill > chicken dinner. Pemain kompetitif dominasi lobby, skill gap ekstrem, cheater merajalela (ban wave rutin tapi tak cukup). Update gila-gilaan pasca-ban India: map baru, mode mini-game, vehicle aneh—hilang identitas. Krafton coba "PUBG: New State" 2021 (rebuild UE5), flop karena pemain setia tak migrasi. BGMI India juga banned setahun.

Hingga 2025, DAU turun ke 24-30 juta (dari 65 juta), MAU ~113 juta (turun dari 125 juta), download bulanan ~10 juta (dari 30 juta). Revenue stabil $90-140 juta/bulan, tapi stagnan—bergantung China (Game for Peace >50% revenue). Lobby Barat/NA sering ghost town kecuali pro player. Kompetitor seperti Free Fire, COD Mobile, Apex Mobile ambil alih: lebih cepat, gratis, kurang toxic.

Mengapa jatuh? 

Tencent melihat PUBG sebagai sarana meraup uang, bukan seni. Wawancara dev jarang menyebut passion asli PUBG dengan fokus profit, menghancurkan kompetitor via copycat (Rules of Survival, Knives Out gagal karena inferior). Krafton, pemilik IP, tak kuat lawan Tencent di mobile. Formula unchanging PUBG (lambat, taktis) tak cocok pasar berubah cepat: pemain ingin instant gratification, progresi, event.

Nostalgia pemain di X/X (Twitter) membuktikan: "PUBG Mobile dulu terbaik, sekarang cash grab", "Tencent hancurkan imersi dengan skin gacha", "Kecanduan tapi lobby mati". Esports tetap hidup (PMSL, PMGC 2025), tapi casual player turun 10% kuartal demi kuartal.

PUBG Mobile bukan isolated: seperti Fortnite yang adaptasi, atau Activision Blizzard dihancur Tencent. Ini pelajaran: game dibangun passion mati oleh greed. Dari revolusi gritty ke kerang kosong, PUBG Mobile kini menjadi simbol kehancuran live service. 

Apakah ada harapan? Mungkin PUBG 2.0 atau AI Krafton selamatkan, tapi nostalgia tak tergantikan. Pemain lama menghabiskan ribuan jam, hanya untuk bisa bernostalgia dan peringatkan: jangan biarkan keserakahan membunuh game favoritmu. (evu)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya