Hajjah Rahmah El Yunusiyyah Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2025: Pelopor Pendidikan Islam Perempuan dari Sumatera Barat

Hajjah Rahmah El Yunusiyyah Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2025 Pelopor Pendidikan Islam Perempuan dari Sumatera Barat

JAKARTA, LELEMUKU.COM – Almarhumah Hajjah Rahmah El Yunusiyyah resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tahun 2025 dalam bidang Perjuangan Pendidikan Islam dari Sumatera Barat. Penghargaan ini menjadi salah satu dari 10 tokoh yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto melalui Keppres Nomor 116/TK Tahun 2025, diserahkan pada upacara Hari Pahlawan di Istana Negara, Senin (10/11) pagi.  

Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah lahir pada 26 Oktober 1900 di Nagari Bukit Surungan, Padang Panjang, Sumatera Barat, dari keluarga ulama terkemuka. Ayahnya, Muhammad Yunus bin Imanuddin bin Hafazhah, adalah seorang ulama, sementara ibunya, Rafi’ah, berasal dari garis keturunan ulama Minangkabau. Ia adalah adik dari Zainuddin Labay El Yunusy, pendiri Diniyah School untuk laki-laki, yang menginspirasi Rahmah untuk fokus pada pendidikan perempuan.  

Sejak muda, Rahmah menunjukkan ketertarikan mendalam pada ilmu agama. Ia belajar di Diniyah School kakaknya, tetapi tidak puas dengan sistem koedukasi yang mencampur laki-laki dan perempuan. Pada awal abad ke-20, ketika pendidikan bagi perempuan di Minangkabau masih langka, Rahmah secara inisiatif mendalami agama kepada ulama-ulama terkemuka, langkah yang tidak biasa bagi perempuan saat itu. Pada 1 November 1923, di usia hampir 23 tahun, ia mendirikan Diniyah Putri (Madrasah Diniyah li al-Banat) di Masjid Pasar Usang, Padang Panjang, sekolah Islam pertama khusus perempuan di Indonesia. Awalnya, sekolah ini memiliki 71 murid, termasuk ibu-ibu muda dan putri tokoh seperti Teungku Panglima Polim serta Hajjah Rangkayo Rasuna Said.  

Diniyah Putri berkembang pesat, mencakup jenjang taman kanak-kanak hingga sekolah tinggi, dengan kurikulum yang menggabungkan ilmu agama Islam, pengetahuan umum, dan keterampilan praktis untuk memberdayakan perempuan. Rahmah memandang perempuan sebagai pendidik utama generasi muda, sehingga sekolah ini bertujuan menaikkan martabat kaum hawa melalui pendidikan yang setara. Meski menghadapi tantangan seperti gempa bumi 1926 yang menghancurkan bangunan, Rahmah membangun ulang sekolah dengan bantuan murid dan guru menggunakan bambu serta rumbia, bahkan menjual perhiasan pribadinya untuk biaya operasional.  

Perjuangannya meluas ke bidang kemerdekaan. Saat pendudukan Jepang, Rahmah memimpin organisasi Haha No Kai di Padang Panjang untuk mendukung perwira Giyugun dengan logistik. Pada masa perang kemerdekaan, ia memelopori pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) cabang perempuan di Padang Panjang dan mengerahkan murid-muridnya untuk mendukung pejuang, meski hanya melalui penyediaan makanan dan obat-obatan. Rahmah juga aktif di Gerakan Kaum Ibu Sumatera (GKIS) Padang Panjang, menerbitkan majalah bulanan untuk membangkitkan kesadaran perempuan. Pemuda pejuang memanggilnya "Bundo Kanduang" (Ibu Kandung Perjuangan) atas keberaniannya membela Islam dan nasionalisme.  

Pengakuan internasional datang pada 1955 ketika Imam Besar Universitas Al-Azhar, Mesir, mengunjungi Diniyah Putri, diikuti kunjungan balasan Rahmah ke Mesir pada 1957. Al-Azhar terinspirasi mendirikan Kulliyatul Banat (fakultas khusus perempuan) dan menganugerahkan gelar kehormatan "Syekhah" kepadanya—gelar pertama bagi perempuan non-Mesir. Pada 1967, cita-citanya terwujud dengan berdirinya Fakultas Darasiah Islamiyah (sekarang Fakultas Tarbiyah dan Dakwah) di bawah naungan Diniyah Putri. Rahmah wafat pada 26 Februari 1969 di usia 68 tahun dan dimakamkan di Padang Panjang.  

Penganugerahan ini menjadi pengakuan atas warisannya yang menginspirasi gerakan emansipasi perempuan melalui pendidikan, sejalan dengan perjuangan Ki Hajar Dewantara dan Kartini. 

Dalam suasana yang penuh haru dan kebanggaan, para ahli waris hadir mewakili para tokoh untuk menerima gelar dan tanda penghormatan dari Presiden Prabowo Subianto. Kepala Negara menyerahkan secara langsung piagam dan tanda kehormatan negara kepada masing-masing ahli waris sebagai wujud penghargaan atas jasa-jasa besar yang telah diberikan oleh para pahlawan bagi bangsa dan negara.

Upacara penganugerahan diakhiri dengan pemberian ucapan selamat dari Presiden Prabowo Subianto, diikuti oleh para tamu undangan kepada para ahli waris penerima gelar Pahlawan Nasional. Turut hadir dalam acara tersebut adalah Wakil Presiden Gibran Rakabuming, para pimpinan lembaga tinggi negara, para menteri Kabinet Merah Putih, para ketua umum partai politik, para ketua organisasi keagamaan, perwakilan Legiun Veteran Republik Indonesia, serta sejumlah kepala daerah dari berbagai provinsi. 

Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan sepuluh tokoh sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan Tahun 2025. Hal tersebut disampaikan Fadli dalam keterangan pers usai upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, pada Senin (10/11/2025)

“Presiden telah menetapkan 10 pahlawan nasional yang kita sudah ketahui nama-nama pahlawan nasional, yaitu Bapak Abdurrahman Wahid, Bapak Jenderal H.M. Soeharto, Ibu Marsinah, Bapak Mochtar Kusumaatmadja, Sayyiduna Kholil Bangkalan, Sultan ke-16 Dompu, Sultan Tidore ke-37, lalu Tuan Saragih, dan juga Rahmah El Yunusiyyah, dan juga Bapak Sarwo Edhie,” ujar Fadli Zon.

Fadli menegaskan bahwa proses pengusulan dilakukan secara berjenjang, dimulai dari masyarakat di tingkat kabupaten dan kota, kemudian dikaji oleh tim peneliti dan pengkaji gelar daerah. Tim tersebut terdiri dari akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan gubernur, sebelum akhirnya diajukan ke tim peneliti dan pengkaji gelar tingkat pusat di bawah koordinasi Kementerian Sosial.

“Totalnya ada 49 nama, 40 yang baru dan 9 nama adalah yang carry over juga dari yang sebelumnya dan dari Dewan Gelar sudah menyeleksi ada 24 yang prioritas, kemudian Presiden telah memilih 10 nama pahlawan,” jelas Fadli.

Lebih lanjut, Fadli menegaskan bahwa seluruh tokoh yang ditetapkan telah memenuhi syarat dan kriteria sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fadli berharap keteladanan para pahlawan dapat menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.

“Jasa-jasa mereka itu jelas, konkret, dan juga benar-benar merupakan aspirasi yang sudah terseleksi dengan tadi proses yang cukup panjang, bahkan diseminarkan, bahkan dibukukan. Mudah-mudahan ini tujuannya adalah bagaimana ke depan, ini jasa-jasa mereka, keteladanan mereka bisa menjadi pemberi semangat bagi kita,” ucapnya.(evu)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya