Gus Dur Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2025: Pejuang Pluralisme dan Demokrasi dari Jawa Timur

Gus Dur Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2025

JAKARTA, LELEMUKU.COM – Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid, yang akrab disapa Gus Dur, resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tahun 2025 dalam bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam dari Jawa Timur. Penganugerahan ini menjadi salah satu dari 10 tokoh yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto melalui Keppres Nomor 116/TK Tahun 2025, diumumkan pada upacara Hari Pahlawan di Istana Negara, Senin (10/11) pagi.  

Gus Dur, yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4 periode 1999-2001, dikenal luas sebagai tokoh yang konsisten memperjuangkan demokrasi, pluralisme, dan kemanusiaan sepanjang hidupnya. Lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940, ia adalah cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) K.H. Hasyim Asy'ari dan putra dari Menteri Agama era Soekarno, K.H. Wahid Hasyim.  

Sejak muda, Gus Dur aktif di organisasi kepemudaan NU dan menjadi Ketua Umum PBNU selama tiga periode (1984-1999). Ia memimpin transformasi NU dari organisasi tradisional menjadi kekuatan sipil yang mendukung demokrasi dan hak asasi manusia. Pada masa Orde Baru, Gus Dur kerap mengkritik rezim Soeharto, mendirikan Forum Demokrasi (1991), dan menjadi salah satu motor penggerak Reformasi 1998.  

Sebagai presiden, meski masa jabatannya singkat, Gus Dur mencatat sejumlah terobosan berani: mencabut larangan perayaan Imlek, meminta maaf kepada korban 1965, membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial yang dianggap korup, serta mengusulkan pencabutan Tap MPRS tentang larangan komunisme—meski menuai kontroversi. Ia juga memperjuangkan otonomi daerah dan perdamaian di Aceh serta Papua.  

Di bidang pendidikan Islam, Gus Dur dikenal sebagai ulama intelektual yang mempromosikan Islam rahmatan lil alamin. Melalui pesantren dan tulisan-tulisannya, ia mengajarkan toleransi, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap keragaman. Ia sering berkelakar, "Gitu aja kok repot," untuk meredam ketegangan sosial, namun tetap tegas dalam membela minoritas dan kelompok tertindas.  

Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam sambutannya menyebut Gus Dur sebagai "simbol persatuan dalam keberagaman". "Beliau tidak hanya pemimpin umat, tapi juga pemimpin bangsa yang mengajarkan kita bahwa perbedaan adalah rahmat," ujarnya.  

Piagam dan tanda jasa diserahkan langsung kepada putri sulung Gus Dur, Alissa Wahid, yang hadir mewakili keluarga. "Ayah selalu bilang, 'Tugas kita bukan membenci, tapi memahami'. Gelar ini adalah pengingat bahwa perjuangan kemanusiaan harus terus dilanjutkan," kata Alissa usai upacara.  

Gelar Pahlawan Nasional ini menambah daftar penghargaan Gus Dur setelah sebelumnya menerima Bintang Mahaputera Adipurna (1999) dan Ramon Magsaysay Award (1993). Wafat pada 30 Desember 2009, Gus Dur dimakamkan di Jombang dan hingga kini tetap menjadi rujukan moral bagi gerakan demokrasi dan pluralisme di Indonesia.  

Penganugerahan ini juga memicu respons positif dari berbagai kalangan. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyatakan, "Ini pengakuan negara atas jasa Gus Dur yang tak ternilai dalam menjaga keutuhan bangsa di tengah badai politik." Sementara aktivis hak asasi manusia menyambut baik langkah ini sebagai bentuk rekonsiliasi sejarah. (evu)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya