Sejarah Freedom Flotilla: Dari Pelayaran Bantuan Perdamaian hingga Konfrontasi dengan Blokade Gaza
NEW YORK, LELEMUKU.COM - Freedom Flotilla, inisiatif aktivis global untuk menembus blokade Israel terhadap Gaza, telah menjadi simbol perlawanan damai sejak peluncurannya pada 2008.
Gerakan ini, yang dimulai sebagai upaya mengirim bantuan kemanusiaan melalui laut, kini memasuki fase baru dengan Global Sumud Flotilla pada 2025, di mana kapal Sirius membawa Greta Thunberg dan 29 sukarelawan dicegat di perairan internasional, memicu kecaman dunia atas dugaan pelanggaran hukum laut.
Gerakan Freedom Flotilla lahir dari Free Gaza Movement pada Agustus 2008, ketika dua kapal kecil—Free Gaza dan Liberty—berhasil mencapai Gaza untuk pertama kalinya, membawa aktivis dan bantuan medis sebagai protes terhadap blokade Israel yang dimulai sejak 2007.
Ini adalah pelayaran kesembilan yang berhasil, meski sebelumnya delapan upaya gagal, menandai komitmen awal untuk menantang pembatasan akses ke Gaza yang melanggar hukum internasional menurut laporan PBB.
Koalisi 22 LSM, termasuk Turkish Foundation for Human Rights and Freedoms and Humanitarian Relief (IHH), membentuk Freedom Flotilla Coalition pada 2010 untuk mengkoordinasikan misi-misi selanjutnya.
Puncak dramatis terjadi pada Mei 2010 dengan Gaza Freedom Flotilla, armada enam kapal yang membawa 700 aktivis dan 10.000 ton bantuan—termasuk makanan, obat-obatan, dan bahan bangunan—menuju Gaza.
Saat mendekati perairan Israel, armada dicegat oleh komando angkatan laut Israel di perairan internasional, memicu "Mavi Marmara raid" di mana pasukan Israel naik ke kapal unggulan Mavi Marmara, menewaskan sembilan aktivis Turki dan melukai puluhan lainnya.
Insiden ini memicu kecaman global, tuntutan hukum di Mahkamah Internasional, dan laporan PBB yang menyatakan bahwa blokade Israel ilegal serta serangan berlebihan. Israel membela diri dengan klaim bahwa kapal membawa senjata, meski investigasi independen membantahnya.
Upaya berlanjut dengan Freedom Flotilla II pada Juli 2011, di mana kapal kargo Frances Khalil dan pengawal MV Audacity of Hope dicegat sebelum mencapai Gaza, dengan aktivis seperti Alice Walker (penulis The Color Purple) ditahan sementara.
Freedom Flotilla III pada 2015 gagal total saat kapal Marianne dicegat di perairan Yunani atas tekanan Israel, sementara kapal-kapal lain dibom di Turki. Pada 2018, inisiatif serupa oleh Code Pink dan Voices for Freedom juga dicegat, menewaskan satu aktivis.
Pada 2024-2025, gerakan berevolusi menjadi Global Sumud Flotilla, yang diluncurkan sebagai respons atas krisis kemanusiaan Gaza pasca-serangan Hamas 7 Oktober 2023. Pada Juli 2025, kapal Handala berlayar dari Catania, Italia, membawa bantuan medis, tapi dicegat oleh Israel. Puncaknya pada Agustus 2025, ketika kapal Sirius—dengan Greta Thunberg, Rima Hassan, dan 29 aktivis—mencoba menembus blokade, membawa obat-obatan dan makanan untuk Gaza. Flotilla ini dicegat di perairan internasional, dengan awak ditahan dan kapal disita, memicu tuntutan dari PBB dan negara seperti Malaysia serta Irlandia.
Sejarah Freedom Flotilla mencerminkan keteguhan aktivis global dalam menantang blokade yang disebut PBB sebagai "hukuman kolektif" terhadap 2 juta warga Gaza. Meski gagal mencapai tujuan, flotilla telah mengumpulkan dukungan internasional, termasuk petisi jutaan tanda tangan dan laporan Amnesty International yang menyerukan akhir blokade. Saat ini, koalisi terus merencanakan misi baru, dengan harapan tekanan diplomatik membuka akses bantuan. (ray)
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.
Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri
