Longsor di Jalan Trans Nabire-Ilaga Lumpuhkan Ekonomi, Harga Sembako dan BBM Meroket

Longsor di Jalan Trans Nabire-Ilaga Lumpuhkan Ekonomi, Harga Sembako dan BBM Meroket

NABIRE, LELEMUKU.COM – Bencana longsor yang menerjang Jalan Trans Nabire-Ilaga di Kilometer 139-141, Distrik Siriwo, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah, sejak 15 Agustus 2025, telah memutus akses vital ke Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, dan Kabupaten Paniai. 

Akibatnya, distribusi logistik, bahan bakar minyak (BBM), dan kebutuhan pokok terhambat, menyebabkan harga sembako dan BBM melonjak drastis, hingga memicu krisis ekonomi bagi masyarakat di tiga kabupaten tersebut. Pemerintah setempat kini didesak untuk segera bertindak, sementara jalan akan ditutup sementara pada 6-9 September 2025 untuk perbaikan.

Menurut surat resmi dari CV Cipta Mulia Perkasa, penutupan sementara Jalan Trans Nabire-Ilaga di KM 139 dan 141 akan berlangsung mulai 6 hingga 9 September 2025 untuk penanganan longsor dan perbaikan badan jalan. 

Direktur CV Cipta Mulia Perkasa, Sutjipto Halim, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk menjamin efektivitas pekerjaan dan keselamatan pengguna jalan, mengingat potensi longsor susulan akibat hujan deras yang terus mengguyur wilayah tersebut. 

Longsor ini telah menyebabkan lumpuh total aktivitas transportasi. “Jangankan mobil dan truk, sepeda motor saja tidak bisa lewat,” ungkap Bupati Deiyai, Melkianus Mote, saat meninjau lokasi bersama Bupati Paniai Yampit Nawipa dan Bupati Dogiyai Yudas Tebai pada 19 Agustus 2025. 

Akibatnya, pasokan sembako dan BBM ke tiga kabupaten terhenti, memicu kenaikan harga yang tidak masuk akal. Masyarakat melaporkan harga beras 50 kg mencapai Rp3 juta, bensin 25 liter Rp3 juta, dan seekor ayam Rp400 ribu, jauh di atas harga normal.

Tragedi longsor ini juga menelan korban jiwa. Silas Magai, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Distrik Mapia, tewas tertimbun longsor di KM 139 pada 1 September 2025. 

Jasadnya baru ditemukan pada 3 September 2025 setelah empat hari pencarian intensif oleh warga dan keluarga di tengah kondisi cuaca buruk dan potensi longsor susulan. 

Kepala Suku Dogiyai, Kermanus Goo, bersama Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua Tengah, mengimbau sopir dan penumpang di Terminal Nabire, Karang Tumarintis, untuk menahan diri dari perjalanan ke Dogiyai, Deiyai, dan Paniai hingga jalan dinyatakan aman. 

“Jangankan kendaraan, manusia pun jangan lewat sementara waktu demi keselamatan,” tegas Germanus Goo, Ketua LMA Papua Tengah. 

Pihak keluarga korban bersama kepala suku juga meminta kendaraan roda dua dan empat menghentikan aktivitas estafet dari Nabire ke tiga kabupaten hingga 40 hari setelah penemuan jasad Silas pada 2 September 2025, sebagai bentuk penghormatan.  

Respon Pemerintah dan Tantangan Penanganan

Kapolda Papua Tengah, Brigjen Pol Alfred Papare, meninjau lokasi longsor pada 6 September 2025, menegaskan bahwa penanganan longsor menjadi prioritas untuk memulihkan aktivitas masyarakat. 

Warga menilai longsor berulang di Jalan Trans Nabire-Ilaga, khususnya di KM 132-141, menunjukkan kerapuhan infrastruktur akibat curah hujan tinggi dan metode pembangunan jalan yang kurang memadai, seperti penggunaan teknik cut and fill tanpa dinding penahan atau drainase yang memadai. 

Publik mendesak solusi jangka panjang, seperti pembangunan dinding penahan tanah, bronjong, dan sistem drainase transversal, serta penempatan posko siaga hujan dan alat berat permanen di titik rawan untuk respons cepat.  

“Kami butuh akses segera pulih karena ini urat nadi ekonomi,” ujar seorang warga di lokasi. 

Masyarakat juga meminta sistem peringatan dini dan jalur alternatif untuk mengantisipasi longsor susulan, terutama di musim hujan. 

“Kami mohon pemerintah setempat dan pusat segera perhatikan jalan ini. Masyarakat kecil yang paling terdampak,” ungkap seorang warga. 

Dengan jalan sebagai satu-satunya akses penghubung, perbaikan segera menjadi kebutuhan mendesak untuk memulihkan ekonomi dan kehidupan masyarakat di 3 kabupaten pegunungan Meepago. Namun, warga  menilai respons pemerintah masih lamban. 

Paulus Mote, Ketua Komisi II DPRP Papua Tengah, mendesak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) dan tiga bupati untuk segera berkoordinasi dengan Kementerian PUPR guna mempercepat perbaikan. 

“Jalan ini di bawah kendali pusat. BPJN harus segera bekerja,” katanya. 

Hanok Herison Pigai, Tokoh Pemuda Papua Tengah, menyoroti dampak besar longsor terhadap ekonomi dan pelayanan publik. 

“BBM dipatok Rp50.000 hingga Rp100.000 per liter. Sekolah terhenti, pelayanan kesehatan terganggu karena obat habis,” ujarnya. 

Untuk mengatasi krisis BBM, Wakil Gubernur Papua Tengah Deinas Geley bersama tiga bupati telah mengatur pengiriman BBM melalui jalur udara dari Mimika ke Waghete, Deiyai, dengan kapasitas 4.000 liter per hari selama sebulan ke depan. (Evu)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya