Ikan Laut Picu Gatal Saat Dimakan, Ahli Ungkap Penyebabnya Bukan Alergi Tapi Keracunan Histamin

Ikan Laut Picu Gatal Saat Dimakan, Ahli Ungkap Penyebabnya Bukan Alergi Tapi Keracunan Histamin

JAKARTA, LELEMUKU.COM – Fenomena gatal di mulut atau tenggorokan setelah mengonsumsi ikan laut sering dialami masyarakat dan kerap disalahartikan sebagai alergi. 

Namun, menurut para ahli, penyebab utama keluhan ini lebih sering adalah keracunan histamin, atau dikenal sebagai scombroid food poisoning, bukan alergi. Fenomena ini menjadi sorotan setelah banyak laporan kasus di Indonesia.

Keracunan histamin terjadi ketika ikan laut, terutama jenis tuna, tongkol, kembung, dan cakalang, tidak disimpan pada suhu yang tepat setelah ditangkap. Kondisi ini memungkinkan bakteri seperti Morganella morganii atau Klebsiella berkembang biak, mengubah asam amino histidin dalam daging ikan menjadi histamin. 

Akibatnya, ikan yang tampak segar sekalipun dapat mengandung kadar histamin tinggi, yang memicu gejala seperti gatal, kemerahan pada wajah, sakit kepala, mual, hingga diare.

Menurut penelitian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ratusan kasus keracunan histamin tercatat di Indonesia antara 2015 hingga 2020, dengan beberapa korban memerlukan perawatan rumah sakit. 

Produk olahan seperti pindang juga rentan terkontaminasi, terutama jika menggunakan ikan beku yang tidak dicairkan dengan benar. Penelitian terbaru di Sukabumi, menunjukkan bahwa pindang dari ikan beku memiliki kadar histamin lebih tinggi dibandingkan pindang dari ikan segar.

“Keracunan histamin sering disalahartikan sebagai alergi ikan. Padahal, alergi dipicu oleh respons imun terhadap protein ikan, sedangkan keracunan histamin terjadi karena penyimpanan buruk,” tulis jurnal gizi dari Universitas Indonesia. 

Gejala alergi ikan bisa mencakup sesak napas atau reaksi anafilaksis, sementara keracunan histamin biasanya terbatas pada gatal, kemerahan, dan rasa panas di tubuh.

Untuk mencegah keracunan histamin, masyarakat diimbau memilih ikan segar dengan ciri-ciri mata bening, insang merah cerah, daging kenyal, dan berbau segar khas laut. 

Ikan sebaiknya disimpan pada suhu di bawah 4 derajat Celsius segera setelah dibeli dan tidak dibiarkan lama pada suhu ruang. 

Produsen dan penjual ikan juga diminta memastikan rantai dingin atau cold chain terjaga sejak penangkapan hingga distribusi, serta melakukan pengujian kadar histamin secara rutin. 

Standar keamanan di Indonesia menetapkan batas aman histamin pada 100 miligram per kilogram daging ikan, meskipun kadar di atas 50 miligram per kilogram sudah dianggap berbahaya oleh lembaga kesehatan.

Isu ini sempat memicu kehebohan setelah beredar hoaks tentang adanya “kelenjar histamin” di bagian ekor ikan tongkol. Ahli dari KKP membantah klaim ini, menegaskan bahwa histamin terbentuk di seluruh tubuh ikan akibat aktivitas bakteri, bukan dari kelenjar tertentu. 

“Risikonya ada pada penanganan dan penyimpanan, bukan bagian spesifik ikan,” tegas seorang peneliti BRIN, seperti dikutip Detik. (Evu)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya