I Gusti Putu Arte Sebut PSU Pilgub Papua Berjalan Transparan, Dalil Pemohon Keliru soal Anomali Pemilih

I Gusti Putu Arte Sebut PSU Pilgub Papua Berjalan Transparan, Dalil Pemohon Keliru soal Anomali Pemilih

JAKARTA, LELEMUKU.COM - Pakar pemilu, I Gusti Putu Arte, sebagai ahli pihak terkait dalam sidang sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gubernur Papua 2024, membela kualitas penyelenggaraan PSU yang digelar 6 Agustus 2025, menyebutnya lebih baik dibandingkan sebelumnya. 

Dalam keterangannya pada sidang pembuktian di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (12/9/2025), ia menyanggah dalil pemohon yang meminta pembatalan Keputusan KPU Papua Nomor 640 Tahun 2025, menegaskan bahwa proses PSU transparan dan sesuai Putusan MK Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025.

Arte menjelaskan bahwa KPU Papua telah belajar dari pengalaman sebelumnya, melibatkan Bawaslu dan tim pasangan calon (paslon) secara transparan. 

“Bawaslu Papua berperan signifikan, banyak dugaan pelanggaran sudah ditindaklanjuti,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa rekapitulasi suara dilakukan berjenjang, dengan Formulir D Hasil dan C Hasil di banyak TPS ditandatangani saksi kedua paslon, termasuk dari pemohon, pasangan Benhur Tomi Mano-Constant Karma yang menunjukkan proses pesta politik yang berjalan baik.

Menanggapi dalil pemohon soal partisipasi pemilih melebihi 100 persen Daftar Pemilih Tetap (DPT) di 62 TPS, Arte menyebut logika pemohon keliru. 

Ia menjelaskan ada tiga kategori pemilih: DPT, Daftar Pemilih Tambahan (DPTB) untuk pemilih pindahan, dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) untuk pemilih tidak terdaftar yang punya hak pilih. 

“Jika semua DPT, DPTB, dan DPK hadir, jumlah pemilih bisa lebih besar dari DPT saja, ditambah cadangan surat suara 2,5 persen untuk DPK,” katanya. 

Ia menilai pemohon salah menyamakan DPTB dan DPK sebagai bagian DPT, sehingga anggapan kelebihan suara tidak berdasar dan keliru.

Soal kepatuhan terhadap Putusan MK 304, Arte menegaskan PSU Papua menggunakan DPT, DPTB, dan DPK sesuai data 27 November 2024, seperti amar putusan. 

“Dinamika seperti kematian atau perubahan status TNI/Polri wajar, total pengguna hak pilih bahkan berkurang, bukan bertambah,” ujarnya.

Ia membantah tuduhan penggelembungan suara dan menilai penafsiran pemohon bahwa data pemilih harus persis sama di setiap TPS terlalu kaku dan bisa menghilangkan hak konstitusional pemilih. Sehingga menurut dia harus dilihat fleksibel dari total provinsi yang sama sekali tidak berubah secara signifikan.

Arte juga menyinggung kasus Biak Numfor, di mana hasil penghitungan ulang dituangkan ke Formulir C Hasil baru, bukan formulir kejadian khusus. 

“Ini masalah administratif, tapi perlu diuji apakah mengubah substansi hasil,” katanya.

Terkait dugaan ketidaknetralan pejabat atau pelanggaran HAM, ia menegaskan bahwa tanpa laporan ke Bawaslu, tuduhan tersebut lemah dan mungkin hanya untuk memenuhi syarat gugatan di MK.

Merujuk argumen ahli pemohon yang menyebut MK bukan “keranjang sampah” untuk isu tingkat bawah, Arte menilai pemohon tidak konsisten karena mengangkat isu yang seharusnya selesai di Bawaslu. 

Sidang perkara Nomor 328/PHPU.GUB-XXIII/2025 ini menjadi penentu integritas PSU Papua, dengan Arte menegaskan bahwa prosesnya telah transparan dan sesuai regulasi. (Albert Batlayeri)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya