Gelombang Pengakuan Negara Palestina di PBB, Israel Ancam Ambil Tindakan Balasan

Gelombang Pengakuan Negara Palestina di PBB, Israel Ancam Ambil Tindakan Balasan

NEW YORK, LELEMUKU.COM – Konferensi internasional tingkat tinggi mengenai penyelesaian damai masalah Palestina dan implementasi solusi dua negara, yang diadakan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menjadi panggung bagi gelombang pengakuan kedaulatan Negara Palestina oleh sejumlah negara besar di dunia.

Pertemuan pleno kelima yang dipimpin bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, menekankan bahwa waktu telah tiba untuk mengakhiri perang di Gaza, membebaskan 48 sandera yang ditahan oleh Hamas, dan mewujudkan solusi dua negara sebagai "satu-satunya cara keluar dari mimpi buruk ini".

Dukungan internasional terhadap solusi dua negara sangat kuat, dicerminkan oleh fakta bahwa Deklarasi New York mengenai penyelesaian damai telah disahkan oleh Majelis Umum dengan 142 suara mendukung.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, secara formal mengumumkan bahwa negaranya mengakui Negara Palestina, menyebut keputusan ini sebagai "investasi dalam perdamaian". 

Macron menambahkan bahwa pengakuan ini merupakan "kekalahan bagi Hamas" dan semua pihak yang menginginkan kehancuran Israel.

Sejumlah negara lain, termasuk anggota kunci komunitas internasional dan Eropa, mengikuti langkah tersebut atau menegaskan kembali pengakuan mereka:

Inggris Raya mengonfirmasi keputusan bersejarah untuk mengakui Negara Palestina, mengakui bahwa janji untuk menjunjung hak-hak Palestina telah lama tidak terpenuhi.

Kanada menyatakan pengakuan Negara Palestina, meskipun mengakui bahwa langkah tersebut bukan solusi ajaib, tetapi konsisten dengan prinsip penentuan nasib sendiri.

Australia juga mengumumkan pengakuan Negara Palestina, dengan syarat Hamas harus meletakkan senjata dan tidak memiliki peran dalam pemerintahan masa depan.

Negara-negara Eropa lainnya yang mengumumkan atau menegaskan pengakuan mereka dalam konferensi tersebut termasuk Portugal, Luksemburg, Malta, Monako, dan Belgia (yang akan melakukan pengakuan legal setelah sandera dibebaskan dan Hamas dilucuti).

Negara-negara yang telah lebih dulu mengakui Palestina, seperti Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan Slovenia, turut hadir dan menyerukan negara lain untuk mengambil langkah serupa.

Presiden Indonesia, yang juga berpidato, menyatakan bahwa jika Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan segera mengakui Negara Israel.

Para pemimpin global secara tegas menyerukan gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober tetapi juga mengecam hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina. Guterres menekankan bahwa pembunuhan puluhan ribu warga sipil, sebagian besar wanita dan anak-anak, tidak dapat dibenarkan.

Banyak negara menyoroti penderitaan warga sipil. Perdana Menteri Spanyol menegaskan bahwa harus ada tindakan untuk menghentikan "pembantaian" karena rakyat Palestina sedang "dimusnahkan".

Spanyol dan Slovenia secara eksplisit menyebut situasi di Gaza sebagai genosida.

Pihak Uni Eropa dan Italia mendesak Israel untuk tidak lagi memperluas permukiman ilegal di Tepi Barat dan untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan tanpa hambatan.

Respon Keras dari Israel

Langkah pengakuan sepihak ini menuai kecaman keras dari pihak Israel. Duta Besar Israel berpendapat bahwa negara-negara yang memberikan pengakuan ini "tidak memajukan perdamaian, sebaliknya mereka mendukung terorisme".

Mengenai potensi reaksi Israel terhadap pengakuan ini, Duta Besar Israel untuk PBB menyatakan bahwa akan ada konsekuensi. Tindakan balasan akan didiskusikan oleh pemerintah Israel setelah Perdana Menteri Netanyahu kembali dari pertemuannya di Washington, D.C..

Israel juga mempertahankan posisinya bahwa saat ini "tidak ada mitra di sisi lain" untuk negosiasi damai. Mereka menyebut kebijakan Otoritas Palestina (PA) yang membayar gaji kepada teroris yang dihukum, yang dikenal sebagai kebijakan pay-to-slay.

Ketika ditanya apakah Israel mengesampingkan aneksasi Tepi Barat sebagai respons, Duta Besar menolak istilah "aneksasi," memilih istilah "menerapkan kedaulatan," dan mencatat bahwa hal itu adalah keputusan yang akan didiskusikan oleh pemerintah.

Komitmen Otoritas Palestina

Presiden Palestina Mahmud Abbas, yang menyampaikan pernyataan melalui konferensi video, mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober dan menegaskan komitmen untuk peluncutan senjata Hamas.

Abbas menyatakan bahwa Hamas tidak akan memiliki peran dalam pemerintahan di Gaza di masa depan. Sebagai bagian dari agenda reformasi komprehensif, Pemerintahannya akan mengorganisir pemilihan presiden dan parlemen dalam waktu satu tahun setelah perang berakhir.

Menciptakan sistem kesejahteraan sosial terpadu, yang akan menggantikan semua pembayaran sebelumnya kepada keluarga narapidana dan martir (kebijakan pay-to-slay yang dikritik Israel).

Memperbarui kurikulum pendidikan sejalan dengan standar UNESCO.

Abbas juga menegaskan kembali bahwa Palestina telah mengakui hak keberadaan Israel sejak 1988 dan 1993.

Konferensi ditutup dengan seruan dari Ketua Bersama (Prancis dan Arab Saudi) untuk mengubah "perang tanpa harapan yang sedang berlangsung menjadi realitas perdamaian dan keamanan". Arab Saudi menekankan bahwa pengakuan yang diberikan hari ini "bukanlah simbolis tetapi mencerminkan kemauan dan tanggung jawab" untuk mewujudkan solusi dua negara yang tidak dapat diubah. (evu)

Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Lelemuku.com di Grup Telegram Lelemuku.com. Klik link https://t.me/lelemukucom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.


Lelemuku.com - Cerdaskan Anak Negeri


Artikel Terkini Lainnya